Selasa, 20 April 2010

BISNIS KEPITING LUNAK PUN BUTUH KOMITMEN



Komitmen ternyata sangat penting dalam berbisnis.

Kita ketahui bersama bahwa bisnis hasil perikanan dimana mahluk hidup yang menjadi komoditas produksinya gampang-gampang susah.

Hal ini terungkap pada dialog bisnis antara Direktur PT Royal Fisheries Indonesia Ir. R. Dwi Dasa Darmawan dengan Petani kepiting lunak yang diadakan di Crabs Research Station FIKP-UNHAS di Bawana Marana Kabupaten Maros pada hari Sabtu, tanggal 17 April 2010. Kegiatan ini di gagas oleh ASPEKRINDO (Asosiasi Pemerhati Kepiting dan Rajungan Indonesia)

Diskusi yang dipandu oleh Prof. Dr.Ir.Yushinta Fujaya ini berlangsung hangat ditengah guyuran hujan yang sejak pagi terus menguntit.

Disadari bahwa ada saling ketergantungan antara petani dan pengusaha eksportir dalam berbisnis kepiting lunak. Petani membutuhkan kepastian dalam pemasaran produknya dan eksportir membutuhkan kepastian suplai bahan baku agar kontinuitas ekspor tetap dapat dipenuhi sehingga tidak terkena penalty. Hal ini disebabkan, pasar utama kepiting lunak adalah mancanegara dimana seringkali pasarnya dikuasai oleh pedagang besar/eksportir. Namun, eksportir pun tidak mampu berbuat apa2 bila tidak mendapat suplai kepiting lunak dari petani.

Yang terjadi saat ini, ditengah tingginya permintaan produk kepiting lunak dari pasar dunia, pengusaha eksportir kehilangan atau kekurangan bahan baku untuk diekspor. Sedangkan petani kesulitan memasarkan produk kepiting lunaknya.

Dimana masalahnya? Bagaimana mempertemukannya agar semua pihak sama2 diuntungkan dan negara pun kebagian devisa?

Setelah melewati diskusi yang cukup alot

Ternyata, salah satu masalah yang nampak sepele tetapi sangat besar pengaruhnya adalah masing-masing pihak (petani dan eksportir) seringkali berubah pikiran di tengah jalan. Meskipun sudah ada kesepakatan sebelumnya antara petani dan eksportir bahwa kepiting lunak yang dihasilkan dijual pada pengusaha “X” dengan ketentuan pengusaha tersebut memberi bantuan ”A” kepada petani agar kualitas produk sesuai spesifikasi yang diminta pasar, namun petani menjual produknya ke pengusaha lain dengan iming-iming harga lebih tinggi (meskipun itu hanya beda “Rp.1000”). Di pihak pengusaha/eksportir seringkali tiba-tiba menurunkan harga beli ketika petani sudah berproduksi banyak.

Dapat dibayangkan akibatnya……..Kedua-duanya merana……Petani kehilangan pasar….eksportir kehilangan bahan baku….Petani dan eksportir sama-sama kehilangan kepercayaan.

Diperlukan kerendahan hati untuk saling introspeksi diri dan dengan niat mulia membenahi masalah yang sesungguhnya bukan masalah bila masing-masing pihak memegang komitmen yang telah dibangun sejak awal. Teknologi budidaya secanggih apapun tidak akan banyak artinya bila tidak didukung oleh rasa saling percaya dan peduli di antara stakeholder, masing-masing pihak membutuhkan kepastian.


Akhirnya, Mari bersama-sama mensukseskan PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN 300% pada tahun 2014 untuk kesejahteraan kita bersama. Demikian Prof.Dr.Ir.Yushinta Fujaya, menutup dialog bisnis pada sore hari itu.